Kontak Kami:
031-502 5926

LANGKAH HUKUM JIKA PESANGON DIBERIKAN TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN

Artikel 07/05/2025

Pesangon merupakan hak yang harus diterima oleh pekerja atau karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan situasi yang dapat terjadi dalam dunia ketenagakerjaan, baik karena alasan efisiensi perusahaan, perubahan kebijakan bisnis, maupun faktor lainnya. Dalam hal terjadi PHK, pengusaha memiliki kewajiban hukum untuk memberikan pesangon kepada pekerja yang terdampak. Kewajiban ini bertujuan untuk memberikan perlindungan ekonomi bagi pekerja yang kehilangan mata pencaharian, sehingga mereka memiliki waktu dan sumber daya untuk mencari pekerjaan baru atau menyesuaikan diri dengan kondisi finansial yang berubah. Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang mengatur ketentuan mengenai pesangon.Pasal 156 ayat (1) UU 13/2003 jo. UU 6/2023 “Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. ”Hal ini membuktikan bahwa Pengusaha wajib memberikan pesangon kepada pekerja apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) umumnya terjadi akibat kondisi ekonomi perusahaan. UU No 6/2023 pada Pasal 154A menyebutkan beberapa bentuk alasan yang dapat dijadikan dasar adanya Pemutusan Hubungan Kerja antara lain: Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh; Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian; Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terrrs menerus selama 2 (dua) tahun; Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur); Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;Perusahaan pailit; Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Pekerja/ Buruh; membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/ Buruh; memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; ataumemberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja; Adanya putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja; Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; tidak terikat dalam ikatan dinas; dantetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri; Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis; Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama; Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana; Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan; Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atauPekerja/Buruh meninggal dunia.Selain alasan-alasan yang disebutkan diatas, Pemutusan Hubungan Kerja dapat ditetapkan alasan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Sehingga hal ini wajib diketahui oleh setiap Pekerja/Buruh apabila dikenakan PHK oleh Pengusaha, untuk menilai apakah alasan PHK tersebut telah sah menurut ketentuan yang berlaku. Perhitungan Pesangon Apabila Terjadi PHK Berdasarkan UU No 6/2023Merujuk pada Pasal 156 ayat (2) UU No 6/2023, perhitungan mengenai jumlah pesangon wajib didasarkan pada ketentuan sebagai berikut: Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah; Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah; Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah; Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah;Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.Terkait dengan pesangon, pada praktiknya, tidak jarang terjadi ketidaksesuaian antara pesangon yang diberikan oleh perusahaan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Beberapa pekerja mungkin menerima pesangon dalam jumlah yang lebih kecil dari seharusnya, atau bahkan tidak mendapatkannya sama sekali.Ketika menghadapi situasi seperti ini, penting bagi pekerja untuk memahami langkah hukum yang dapat ditempuh guna menuntut hak mereka. Terdapat berbagai mekanisme yang dapat digunakan, mulai dari perundingan bipartit dengan perusahaan, mediasi melalui dinas ketenagakerjaan, hingga menempuh jalur pengadilan jika tidak ditemukan penyelesaian yang adil.Penyelesaian Secara Bipartit Pekerja dapat mengajukan keberatan dan meminta klarifikasi terkait perhitungan pesangon yang diberikan. Jika terjadi kesepakatan dalam tahap ini, maka penyelesaian dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.Mediasi atau Konsiliasi di Dinas KetenagakerjaanJika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan dalam waktu 30 hari, maka pekerja dapat melaporkan kasus ini ke Dinas Ketenagakerjaan setempat untuk penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan IndustrialApabila mediasi di Dinas Ketenagakerjaan tidak menghasilkan solusi yang memuaskan, maka pekerja dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah:Gugatan diajukan dalam waktu 1 tahun sejak perselisihan terjadi.Gugatan dapat diajukan secara mandiri atau dengan bantuan kuasa hukum. Proses persidangan akan melibatkan pemeriksaan dokumen, saksi, dan argumen hukum dari kedua belah pihak. Jika putusan PHI memenangkan pekerja, pengusaha wajib membayar pesangon sesuai keputusan pengadilan. Eksekusi Putusan Pengadilan Jika putusan PHI telah berkekuatan hukum tetap tetapi pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya, maka pekerja dapat mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan agar putusan tersebut dipaksakan melalui mekanisme hukum, termasuk penyitaan aset perusahaan jika diperlukan.

Dasar Hukum:Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang KetenagakerjaanUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-UndangUndang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *